MENONTON KUCUMBU TUBUH INDAHKU, MERAYAKAN TUBUH


Hasil gambar untuk kucumbu tubuh indahku hd 
JUMAT, 10 MEI 2019. Gua mengunjungi sebuah bioskop di daerah Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, dan gua gak sendirian. Karena gua ditemani sama teman—ya lebih tepatnya gua memaksa dia untuk menemani gua nonton. Alasan klasiknya itu biar gak nge-rasa crunchy pas di dalam studio. Di awal bulan Mei ini pastinya sudah menjadi hari-hari yang basi untuk menonton film bioskop. Oleh sebab itu, gua memilih untuk nonton film yang ditentang oleh banyak pihak sebab lebih asyik ketimbang nonton efenjer (dibaca: Avanger). Pun kalo gua nontonnya efenjer dan nge-review film itu, gua harus berpikir dua kali. Karena kemarin gua baca berita, ada korban pemukulan atau pengroyokan, karena korban nge-spoiler-in film efenjer. Pastinya, gua sudah berpikir bahwa hal itu akan merenggut muka gua yang cantik ini dan gua akan kehilangan kesempatan untuk ikut miss universe.
Kenapa sih gua lebih milih mengulas film ini? Karena gua gemes banget sama orang-orang yang menilai buruk film ini sebelum menontonnya. Selain itu, rasa ingin tahu gua kenapa film ini yang selalu jadi bahan pembicaraan di sejumlah media. Dan hati gua terbesit pertanyaan “Seberapa kece nya film ini, sehingga di boikot dan penayangannya pun terbatas?” dan ternyata film ini kece abis!
Yuks, lah simak ulasannya:
Film Kucumbu Tubuh Indahku (Memories of My Body) karya sutradara Garin Nugroho ini memiliki pemeran utama yang bernama Juno. Juno kecil (diperankan oleh Raditya Evandra) sudah menyukai menari, selain itu sama halnya dengan anak kecil Jawa pada masanya, yakni bermain wayang. Masa kecilnya banyak mengalami kekerasan, karena ayah dan keluarga besarnya yang menjadi incaran dari lawan politiknya. Ketika ayahnya pergi untuk mencari pekerjaan di desa sebelah, Juno kecil dititipkan pada Mbah Atmo (diperankan Sudjiwotedjo) sekaligus menjadi guru menari Juno.
Cikal bakal ia menjadi penari Lengger itu berasal dari mbah atmo. Yang menarik Mbah Atmo menjelaskan secara terperinci mengenai “Lengger” lanang (artinya: laki-laki) kepada Juno. Lengger berasal dari dua kata, yaitu leng dan ngger.” kata Mbah Atmo kepada Juno dalam bahasa Jawa khas Banyumasan. Leng yang berarti lubang kehidupan (atau bisa diartikan sebagai vagina) dan ngger sendiri pun berartikan jengger ayam sebagai maksud dari lambang laki-laki,”
Mbah Atmo mengajarkan juno setiap gerakan Lengger. Gerakan Lengger yang sangat sederhana, tetapi harus dilakukan berulang-ulang supaya menjadi apik dan gemulai saat dibawakannya. Jadi Lengger lanang itu sendiri pun merupakan tarian lintas gender yang dipentaskan oleh laki-laki dan berdandan seperti wanita.
Menurut legenda tari Indonesia, Didik Nini Towok yang dikutip dari sebuah laman, tarian lengger lanang ini juga merupakan kesenian rakyat dari Banyumas. Kesenian Banyumas hampir seluruhnya berorientasi pada kerakyatan. Kesenian yang tidak elistis dan bisa dinikmati oleh rakyat jelata sebagai manifestasi budaya agraris. Bukan pula kesenian yang disebut adiluhung yang hanya bisa dinikmati di Keraton seperti Tari Serimpi.
Dalam film Mbah Atmo memiliki banyak anak murid tari Lengger lanang yang dibawa untuk pentas dari satu kampung ke kampung lain—semacam sanggar tari kampung. Syahdan, seorang murid Mbah Atmo melakukan hubungan intim dengan perempuan yang dipanggil Mbah Atmo ‘Nduk’, sialnya gua lupa namanya. Setelah melakukan hubungan intim itu, Mbah Atmo yang piawai dalam menembang atau biasa kita ketahui “Nyinden” itu duduk di atas kursinya sambil menembang sebuah tembang Jawa yang diselingkan dengan memanggil muridnya itu. Mbah Atmo yang melarikkan tembang-tembang Jawanya itu tersirat bahwa ia kecewa dengan anak muridnya yang melakukan hubungan intim bersama perempuan tersebut. Mbah Atmo mengetahui hubungan intim tersebut. Mbah Atmo melantunkan tembang-tembang itu seraya menggenggam sebuah tongkat dan digunakannya untuk memukul bagian kelaki-lakian muridnya itu. Tongkat kayu itu berlumuran darah, si murid tewas, dan dari sisi bawah meja Juno mengumpat sambil menyaksikan kejadian tersebut. Juno kecil ketakutan. Itu kekerasan pertama yang dilihat Juno dengan matanya sendiri.
Juno merasa sangat trauma terhadap kejadian itu, lalu ia berpindah ke desa lain bersama Buliknya. Ketika bersama Buliknya, Juno kecil disekolahkan. Di sekolah tersebut Juno ikut ekskul tari. Dalam salah satu latihan, Juno ngambek tidak ingin mengikuti gerakan yang diminta guru tarinya. Juno me-ngambek bukan tanpa alasan. Ia tidak ingin mengikuti gerakan yang diminta guru tarinya, karena bokong ia habis dipukul dengan rotan oleh gurunya di sekolah. Juno kecil yang tidak pernah merasakan belaian kasih sayang seorang ibu, rupanya ingin memegang buah dada guru tarinya. Hal ini jangan dipahami saru atau porno, tapi gua memahaminya sebagai hasrat anak kecil yang kekurangan kasih sayang seorang ibu. Dan itu juga yang dipahami guru tarinya. Sial bagi Juno kecil dan guru tarinya, sekelompok massa datang saat adegan Juno kecil memegang dada guru tarinya, dan melakukan tindakan brutal. Ini kekerasan kedua dalam hidup Juno.
Dalam hal ini, gua melihat bahwa sejatinya para Lengger lanang masih memiliki rasa untuk menyetubuhi wanita dan tidak sepenuhnya homo atau menyukai sesama jenis. Yup, dan ini bisa dikatakan sebagai biseksual. Jika ini yang dituduhkan kepada film tersebut, gua kira keliru.
Lalu ketika Juno dewasa (diperankan Muhammad Khan) pun, ia bertemu dengan seorang petarung tinju (diperankan Randi Pangalila) yang akan menikah. Juno bertemu dengan petarung itu ketika ia bekerja sebagai penjahit bersama pakdenya. Juno yang kian hari makin dekat dengan petarung itu, menimbulkan rasa suka kepadanya. Hingga satu hari ketika sang petarung bertanding di pertandingan terakhirnya, ia menitipkan foto calon istrinya kepada Juno.  Si petarung mengalami kekalahan dan bandar judinya itu mengalami kerugian yang sangat besar hingga melakukan penculikan dan penjualan organ tubuh si petarung itu sendiri.
Tidak lama setelah adegan tersebut, Pakde Juno meninggal dunia. Sebelum beliau meninggal, ia berpesan pada Juno bahwa tubuhmu lah yang akan membawa arah hidupmu. Pun setiap gerakan sehari-hari yang Juno lakukan dapat diterapkan di setiap inci gerakan tariannya dan membawa keselarasan serta kegemulaian tubuhnya pada tarian Lengger itu sendiri. 
Sepeninggalan Pakde nya, ia berpindah lagi ke desa sebelah. Ia berpindah ke desa sebelah dengan menumpang truk. Di atas truk ia bertemu sekelompok penari Lengger yang akan melakukan pementasan. Mungkin kata pementasan tidak cocok untuk mereka. Karena pementasan bagi para Lengger hanya dilakukan ketika ia menari di balaikota. Dan yang cocok dikatakan adalah para kelompok Lengger itu akan melakukan hiburan di desa sebelah. Ketika itu, Juno pun tertarik untuk ikut dalam kelompok lengger tersebut. 
Hingga pada suatu hari, seorang calon bupati (diperankan Teuku Rifnu Wikana) sangat terkesima dan jatuh hati melihat keindahan dan kegemulaian tubuh Juno ketika menari. Hingga menjadikan kelompok Lengger tersebut sebagai bahan kampanye. Hal ini juga menjadi syarat klenik untuk memenangkan pemilihan bupati. Pada saat itu, Juno bertemu dengan seorang Warok (diperankan Whani Dharmawan) atau biasa kita ketahui adalah penari Reog. Juno dan Warok berlatih tarian dan tembang-tembang Jawa yang berartikan bahwa mereka sebagai pelaku seni tidak ingin dijadikan bahan kampanye. Juno pun tahu bahwa calon bupati itu jatuh hati kepadanya. Namun, lawan politik dari calon bupati itu pun juga mengetahuinya dan menjadikan kelompok Lengger sebagai bahan untuk menjatuhkannya dan membuat calon bupati tersebut blunder. Sehingga, istri dari calon bupati (diperankan Quin Dorothea) itu sendiri pun ingin Juno dan kelompok lenggernya keluar dari desanya. Hal ini semacam tumpang-tindih antara kecemburuan seorang istri yang mengetahui suaminya jatuh hati kepada orang lain dengan ambisi politik.
Lalu Juno dan kelompok lenggernya pergi dari desa itu tanpa jejak. Yup, dari bagian ini gua berpendapat bahwa dalam film ini ingin memberi kan pesan bahwa Lengger lanang dahulu masuk kedalam Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yaitu dimana semua kesenian rakyat berhubungan erat dengan lembaga yang didirikan oleh Njoto (salah satu tokoh dari PKI Muda) dan memiliki semboyan “Seni rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat” dan “Seni untuk Politik”. Lalu pada saat rezim Orde Baru, kelompok-kelompok seni tradisional di klaim sepihak bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok/partai sosialis (yang mana dekat dengan komunisme). Imbasnya adalah banyaknya seniman tradisional yang kontemporer maupun populer ditangkapi dan dihilangkan tanpa kejelasan hingga sekarang ini.
Yuk, balik lagi ke film tersebut. Juno dan kelompok lenggernya pun keluar dari desa itu dan berpisah. Juno pergi menggunakan sebuah truk yang sebelumnya diberhentikan oleh Warok. Selesai… Iya filmnya selesai sampai di situ.
Dan ada bagian yang gua belum bisa uraikan disini, yaitu dari si pemeran utama, sang penari (diperankan oleh Rianto) yang selalu berkisah laiknya sedang diwawancara, itu sendiri ketika ia mengimprovisasikan masa lalunya yang diterapkan dalam setiap gerakan tarian. Karena yang gua lihat dan gua tonton dari gerakan improvisasi dia itu sangat berseni. Dan gua sebagai orang awam belum bisa menafsirkan maksud dari gerakan tarian improvisasi dia. Gua hanya bisa terkesima ketika ia melakukan gerakan tarian setiap incinya. Karena itu sungguh berseni. Rupanya beliau adalah tokoh inspirasi dari sosok Juno dalam film tersebut.
Film ini memang terkesan menonjol kan beberapa adegan homo seksual maupun biseksual. Namun, yang membuat gua suka dari film ini adalah hampir keseluruhan dari film ini menayangkan tembang-tembang jawa yang sangat keren parah! Pun, hubungan intim itu sendiri sama sekali tidak di tayangkan. Hanya adegan-adegan yang masih di ambang batas wajar dalam mengorientasi seksual dari LGBT ini sendiri. Dan gua rasa film ini enggak bicara tentang LGBT. Film ini bicara tentang tubuh dan bagaimana tubuh menjadi medium (media) pengalaman seseorang.
Memang kan setiap film memiliki unsur positif dan negatif. Alangkah baiknya kita mengambil sisi positif nya dan menjadikan sisi negatif sebagai pembelajaran, jikapun itu memang ada dalam film Kucumbu Tubuh Indahku.. Semoga saja review dari gua ini bisa menjadi tambahan ilmu untuk pembacanya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Carpon jeung Analisis

Perpeloncoan dan Ospek Daring