Ngabuburit di Hari Pertama Ramadhan
Selama 18 tahun gua hidup,
mimpi gua cuma satu pada saat bulan Ramadhan tiba, yaitu gua bisa ngabuburit di
hari pertama puasa seperti yang di lakukan khalayak. Namun, dari tahun ke tahun
dan gua belum pernah merasakan kenikmatan ngabuburit di hari pertama puasa. Ya,
gua yakin lo semua pasti pada ketawa atauapun menganggap ini adalah suatu
ketidakmungkinan. “Bagaimana mungkin seseorang gak pernah ngabuburit di hari
pertama puasa?”, bagi gua dan sebagian orang itu mungkin saja terjadi. Karena
setiap bulan ramadhan tiba, gua harus berdagang di pinggir jalan kawasan seitar
rumah gua. Gua gak pernah malu buat jualan takjil, tapi dalam hati kecil gua
hanya ingn merasakan ngabuburit di hari pertama puasa. Gua selalu erpikir “apa
gua bisa ngabuburit?”, tapi gua buang pikiran itu jauh-jauh dan gua gak bisa
berlarut dan keinginan gua ini.
karena mamake dan bapake gua bertumpu
untuk membiayai semua nya berkat hasil dari jualan takjil ini. Saat bulan
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, begitu pun untuk keluarga gua. Keberkahan tiada tara dari Tuhan.
Dari kata takjil sendiri pun kalian sudah pada bisa membayangkannya dan
betapa lo merasa tergoda ketika melihat nya. Tapi, igua bukan
jualan takjil yang seperti ada di bayangan imajinasi kalian. Gua jualan takjil
itu macam-macamnya sangat menggoda iman lo, ada klappertart,
macaroni schotel, lasagna, croisant, choux (atau yang biasa dikenal kue sus),
pudding caramel dan coklat, zuppa soup, es pisang ijo, dan lain-lain yang siap menggoda
iman lo semua. Yup, gua bukan
jualan lontong ataupun bakwan beserta kawan-kawannya. Karena menu itu sudah
membosankan untuk penikmat takjil dikala azan maghrib berbalut senja. Gua berjualan
dengan cara yang berbeda dan berinovasi. Semua itu berkat penyatuan pendapat
dari setiap anggota keluarga gua dan tentunya yang paling kreatif biasanya itu mamake.
Pun
selama gua berdagang takjil di bulan puasa, gua bukan hanya gak bisa nge-rasain
ngabuburit. Gua juga selalu terlambat kalau ikut acara bukber,
karena gua harus jualan takjil terlebih dahulu dan untungnya teman-teman gua sudah
bisa memklumi itu. Waktu
yang paling klimaks ketika jualan takjil itu dari jam 16.00 - 17.15, itu lah
saat-saat yang paling banyak pembeli. Selain itu, gua juga mendapat gaji dari mamake. Kalau kalian bilang gua "pamrih"
atau berpikiran "ih, bukannya
mikirin orangtua yang udah capek-capek tapi masih aja minta gaji" ataupun berbagai perkataan yang
menurut kalian udah paling benar. Gua bakal menepis semua perkataan
kalian itu. Karena ini juga bukan buah pikiran gua saja, ini termasuk salah satu buah pikiran
mamake dan bapake. Gua, adik
dan kakak-kakak gua di gaji sama mereka,
mamake dan bapake, bukan
karena kita pamrih, tapi karena mereka menghargai hasil usaha dan
kerja keras kita dalam
membantu mereka. Pun, kalau itu kemauan gua sendiri, gua bakal
nolak. Hanya anak-anak gila yang masih meminta pamrih ketika
menolong orangtuanya. Dan untuk kasus gua sendiri pun gua gak setuju kalau di
bilang gua termasuk
pamrih. Karena ini sudah hasil dari rapat pleno keluarga gua dan sudah
ditetapkan sama mamake dan bapake. Karena mereka, mamake dan bapake, menghargai hasil kerja keras setiap
orang, termasuk kami anak-anaknya. Kita dilatih bukan untuk jadi seorang yang
pamrih, melainkan menjadi seorang yang mandiri dan bisa menata setiap langkah
hidup kita. Mamake dan bapake memberi gaji sebesar Rp. 50.000 atau Rp. 100.000
per hari. Bisa dihitungkan kalau satu bulan sudah dapat Rp. 1.500.000 sampai
Rp. 3.000.000. Nominal yang lumayan bukan? Tapi uang ini harus kita tabung,
karena setiap pengeluaran pribadi harus di tanggung dari uang ini dan tidak
boleh minta ke mamake dan bapake lagi. Ya, bisa dibilang bukan gak boleh
minta, tapi mencoba untuk bisa me-manage uang
dengan baik dan tau diri dengan kondisi keuangan keluarga.
Tahun ini, kita sekeluarga memutuskan untuk tidak berjualan takjil.
Tapi, memutuskan mata rantai keuangan keluarga itu gak segampang membalikan telapak
tangan. Selain itu, berat rasanya meninggalkan banyak pelanggan yang sudah
bertahun-tahun percaya pada kami. Namun, ini memang pilihan yang berat. Pun,
pilihan ini sudah bulat. Alasan dari kami adalah kita gak mau lihat mamake bapake bangun subuh-subuh berangkat
ke pasar untuk
mencari bahan-bahan kue dan segala macam hal yang seharusnya sudah tidak
perlu dilakukan oleh mereka di umur mereka yang sekarang. Kita ingin mamake dan bapake fokus
untuk beribadah di bulan ramadhan ini. Mamake dan bapake tidak perlu lagi
banting tulang untuk anak-anaknya, sekarang giliran kami lah yang
membalas semua keringat mamake dan bapake walaupun gua yakin
apa yang kita berikan gak bisa
menggantikan setitik pun perjuangan mereka. Sudah belasan tahun pula mamake dan bapake gak sepenuhnya fokus menjalankan
ibadah di bulan ramadhan.
Hari ini, tanggal 6 mei 2019, ini adalah
kali pertama gua untuk
ngabuburit di hari pertama puasa. Yang gua rasakan
sekarang bukan lah senang seperti apa yang gua
gambarkan dahulu. Yang tersorot di mata gua selama gua ngabuburit adalah
masa-masa dimana gua jualan
takjil. Setiap gua melangkah,
selalu saja gua melihat
masa-masa itu. Gua ingat ketika gua masih
kecil dimana gua harus melayani pelanggan dengan badan gua yang
mungil diantara desakan dan himpitan pelanggan-pelanggan yang berbadan dua kali
lebih besar dari gua (orang-orang dewasa). Gua juga ingat, ketika gua kelas
tiga SD sudah
dipercaya naik motor dan gua harus bolak-balik membeli sirup marjan untuk es
pisang ijo yang membutuhkan tenaga ekstra untuk membelinya, karena
harus mencari di
berbagai warung dan swalayan. Masa-masa yang sangat gua rindukan.
Mata gua sudah
mulai berkaca-kaca dan hati gua gelisah. Entah apa yang
harus gua rasakan
sekarang, senang karena bisa ngabuburit di hari pertama puasa atau kecewa
karena tidak berjualan di hari pertama puasa. Semua itu bercampur aduk di dalam
batin gua.
Tapi sekali lagi gua harus buang semua kegelisahan gua. Karena
masa-masa itu cukup untuk dikenang, tidak perlu diulang.
Sumber Foto: Pribadi
Selama 18 tahun gua hidup,
mimpi gua cuma satu pada saat bulan Ramadhan tiba, yaitu gua bisa ngabuburit di
hari pertama puasa seperti yang di lakukan khalayak. Namun, dari tahun ke tahun
dan gua belum pernah merasakan kenikmatan ngabuburit di hari pertama puasa. Ya,
gua yakin lo semua pasti pada ketawa atauapun menganggap ini adalah suatu
ketidakmungkinan. “Bagaimana mungkin seseorang gak pernah ngabuburit di hari
pertama puasa?”, bagi gua dan sebagian orang itu mungkin saja terjadi. Karena
setiap bulan ramadhan tiba, gua harus berdagang di pinggir jalan kawasan seitar
rumah gua. Gua gak pernah malu buat jualan takjil, tapi dalam hati kecil gua
hanya ingn merasakan ngabuburit di hari pertama puasa. Gua selalu erpikir “apa
gua bisa ngabuburit?”, tapi gua buang pikiran itu jauh-jauh dan gua gak bisa
berlarut dan keinginan gua ini.
karena mamake dan bapake gua bertumpu
untuk membiayai semua nya berkat hasil dari jualan takjil ini. Saat bulan
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, begitu pun untuk keluarga gua. Keberkahan tiada tara dari Tuhan.
Dari kata takjil sendiri pun kalian sudah pada bisa membayangkannya dan
betapa lo merasa tergoda ketika melihat nya. Tapi, igua bukan
jualan takjil yang seperti ada di bayangan imajinasi kalian. Gua jualan takjil
itu macam-macamnya sangat menggoda iman lo, ada klappertart,
macaroni schotel, lasagna, croisant, choux (atau yang biasa dikenal kue sus),
pudding caramel dan coklat, zuppa soup, es pisang ijo, dan lain-lain yang siap menggoda
iman lo semua. Yup, gua bukan
jualan lontong ataupun bakwan beserta kawan-kawannya. Karena menu itu sudah
membosankan untuk penikmat takjil dikala azan maghrib berbalut senja. Gua berjualan
dengan cara yang berbeda dan berinovasi. Semua itu berkat penyatuan pendapat
dari setiap anggota keluarga gua dan tentunya yang paling kreatif biasanya itu mamake.
Tolong di rapihkan lagi seperti spasi . Untuk tulisannya udah kereb
BalasHapusIni spasinya sebenarnya jika di word sudah normal dan sesuai dari Tata karya ilmiah. Namun, dalam mode HP di blog Saya tentunya membuat dengan format yg berbeda
Hapus