CERBUNG (Cerita Ga Nyambung)


AGUSTUS
Terik mentari mengernyit hingga kulit. Para murid baru yang di senandungkan dengan panasnya mentari mulai melesu. Tak pula, para senior yang menjemur mereka. Rimbunan pohon mengalunkan melodi kegersangan. Hari yang menyialkan, seperti berada di marauke, tersedia banyak air tapi dahaga kering dengan cepat.
Lambat laun kepenatan sudah mulai klimaks pada panas yang tidak akan tertandingi. Semua murid baru dipersilahkan masuk ke dalam kelas oleh semua senior.
Di gedung yang di punggungi oleh masjid. Massa, murid, masuk ke dalam kelas dengan tertata dan tanpa kerusuhan sedikit pun.
“semuanya duduk” sahutku dalam ruang itu.
Keramaian yang lalu telah digantikan oleh keheningan.
“nama saya, lantana. Sayakakak pembimbing kalian. Tapi, jangan panggil saya kakak. Karena saya bukan kakak kalian. Ada pertanyaan?” tegasku dalam keheningan ruang itu.
Hening dalam kecanggungan, itu lebih baik, yang tidak terbenam hingga bel istirahat berbunyi lantang.
Aku dapat bertaruh pada semua nya. Mereka, murid baru, hening karena takut kepadaku atau mungkin mereka hanya segan karena perlakuan senioritas dariku.Yah, lagi pula peduli apa aku pada mereka yang diam seperti patung dalam ruangan itu.
Saat bel tanda usainya istirahat berdengung, mereka kembali masuk ke dalam ruang itu.
Jujur saja, aku cukup bosan karena kelakuan mereka yang terlalu kolot atau takut itu. Tidak ada yang meng-asyik-kan sedikit pun. Jika disamakan mungkin akan sama seperti bumi tanpa oksigen, hampa.
***
Sangat melelahkan untuk menjadi kakak pembina dalam MOS, masa orientasi siswa, yang sebenarnya hampir 70% tidak ada gunanya. Namun, hari ini adalah puncak dari MOS dan sebagai bagian dari penutup juga. Hari ini akan diadakan demonstrasi ekskul selama satu hari penuh. Dan bisa dibilang ini adalah bagian pelepasan penat para murid baru yang harus bersikap kolot.
Bagianku hari ini adalah menjadi bagian dari siswa-siswa yang mengisi demonstrasi ekskul. Disini juga ajang untuk mempromosikan ekskul, bisa dibilang siapa yang peminat ekskulnya lebih banyak, maka dia lah yang paling berprestasi. Dan mungkin juga sebagai ajang cari muka kakak kelas kepada murid-murid baru.
Bosan menunggu giliran tampil, aku lebih tertarik untuk keluar dan melihat situasi para murid baru. Sekaligus berjaga-jaga jika ada yang kabur ke kantin.
“kak” sahut seorang anak laki-laki yang berada di depanku dengan jarak yang cukup jauh.
“iya?” jawabku dengan muka datar yang selalu aku tampilkan dan kebanyakan orang menganggap ini adalah ekspresi galak.
“saya boleh izin ke kantin? Saya belum sarapan sejak pagi.” Jelasnya dengan muka yang dipasang memelas.
“tidak boleh. Lagi pula siapa yang suruh untuk tidak sarapan? Kan sudah diberitahu sejak kemarin bahwasannya diwajibkan untuk sarapan terlebih dahulu atau minimal membawa bekal.” Jawabku dengan sedikit jengkel.
Dia hanya bisa diam mematung mendengar jawaban yang telah aku lontarkan. Mungkin dia sudah tidak mempunyai alasan lagi untuk meminta belas kasih kepadaku untuk pergi ke kantin dan meninggalkan demonstrasi ekskul, pikirku.
Setelah pertemuan itu, aku tidak sadar bahwa akan menjadi  lebih rumit lagi pertemuanku dengan dia.
***

1 minggu setelah pertemuan.
Hari ini aku ada turnament futsal didaerah Jakarta. Membawa nama baik sekolah adalah rutinitasku. Sudah terbiasa sekolahku menjadi tim yang diatas angin. Selalu dibanggakan oleh siapapun, dari pendukung sekolahku ataupun dari sekolah lain. Menjadi sorotan untuk beberapa waktu saat pertandingan.
Hingga akhirnya tim sekolahku masuk ke final. Sesuatu yang selalu dicapai dan sudah menjadi makanan sehari-hari di setiap turnament. Final akan dilaksanakan pukul 13.00. Banyak waktu untuk menunggu babak final dan aku gunakan untuk bersantai sejenak. Saat itu aku membuka handphone ku, lalu ada notifikasi whatsapp yang masuk dari nomor yang tidak aku kenal.
08123456789
Halo lantana, selalu naik sepeda ya kalau ke sekolah?
Itu hal yang keren untuk seorang perempuan
Aku
Y, thx
08123456789
You’re welcome. Btw, biasanya buku tulis dibedain ga yang catetan sama tugas?
Setelah balasan dari dia, dapat aku simpulkan bahwa dia adik kelas yang baru saja selesai MOS.  Tapi darimana dia tahu bahwa aku naik sepeda dan dari mana dia mendapatkan nomorku, pikirku yang sedikit bingung.

Aku
Ya
Lama setelah balasan dariku, tidak ada balasan kembali dari dia. Rasa ingin tahuku tentang dia mendapatkan nomorku darimana mulai menjadi-jadi.
Aku
Tau nomor saya darimana?
08123456789
Kamu sendiri yang memberi
Aku
Maksudnya?
08123456789
Saya kemarin MOS di kelompok kamu lantana.
Aku
Oh, tapi saya tidak memberikan nomor saya pada siapapun
08123456789
Itu rahasia.
Saya juga yang kemarin maag karena tidak diizinkan ke kantin sama kamu lantana
Jadi, dia punya penyakit maag ? kenapa tidak bilang saja kemarin. Lagi pula, aku bukan siapa-siapa dia ini. Untuk apa dia menyalahkanku? Jika dipikirkan secara logis, dia yang salah. Kenapa tidak sarapan saja dari rumah atau bawa bekal.
Aku
Lalu?
08123456789
Ga merasa bersalah gitu?
Aku
G
Ternyata 30 menit lagi saya akan kick off  babak final. Tidak ada lagi bermain handphone dan waktunya untuk melakukan pemanasan sebelum pertandingan.
                Pertandingan yang ditunggu-tunggu oleh semua penonton. Aku yakin, akan menjadi bahan taruhan untuk beberapa penonton. Rasa nya sedikit men-jengkel-kan, tapi biarkan saja, bukan urusanku ini.  Pertandingan di tengah hari yang terik ini memiliki daya tarik sendiri. Walaupun ini pertandingan antar wanita tapi tak luput para pendukung pria tetap fokus melihat jalannya pertandingan. Dalam babak pertama, skor tim kami tertinggal terlebih dahulu, 2-1, hingga turun minum. Lalu, dibabak kedua aku dan rekan setim tidak mau tertinggal lebih jauh lagi. Skor 2-3, tim kami mengungguli berkat 1 gol dariku dan 1 gol dari rekan setimku. Tapi, selang 5 menit waktu habis. Salah seorang rekan setimku melakukan gol bunuh diri. Skor menjadi imbang, 3-3, dan cukup menguras tenaga untuk mengembalikan kedudukan menjadi unggul. Sayangnya, bukan kemenangan yang dipetik oleh tim kami, tapi malah kekalahan yang datang menjemput kami. Karena gol bunuh diri dari rekan setimku lagi yang membuat skor akhir 4-3.  Akhir yang buruk untuk pertandingan kali ini. Hanya diberi juara 2, tapi harus tetap bersyukur.
                Sepulangnya ke rumah. Aku kembali melihat handphone ku, sudah muncul notifikasi whatsapp dari nomor yang masih sama.
08123456789
Haha.
Kamu tau siapa saya?
Aku
Ga, dan ga ingin tau juga.
08123456789
Saya juga naik sepeda seperti kamu.
Aneh sekali orang itu. Lalu, apa hubungannya dia naik sepeda juga atau tidak. Aku tidak perduli, tukasku dalam hati.
***
Hari yang membosankan untuk masuk ke sekolah. Untuk orang sepertiku, sekolah bukan tempat yang cocok. Aku lebih banyak diluar kelas daripada di dalam kelas untuk mengikuti pelajaran. Satu kata untuk sekolah dariku adalah absurd. Dalam KBBI, absurd itu tidak masuk akal. Ya, aku pikir sekolah itu tidak masuk akal. Karena bagiku pendidikan bisa didapat darimana pun tidak disekolah saja. Walaupun bagi sebagian orang sekolah itu tempat pendidikan formal yang wajib dilaksanakan. Dan bagiku itu adalah pemaksaan.
                Pagi ini, aku berangkat seperti biasa, mendekati bel masuk berbunyi. Sudah menjadi kebiasaanku untuk datang diujung waktu. Dan seperti biasa juga, pagar sekolah sudah dijaga oleh beberapa guru. Dengan santai aku masuk dan tetap mengayuh sepedaku, tidak peduli pada siapapun. Hanya saja, untungnya hari ini akan diadakan upacara dan itu pertanda bahwa aku dan rekan timku akan maju ke depan podium dengan membanggakan piala juara 2 yang kemarin kita raih. Karena itu pula, aku tidak dihalangi oleh satu pun guru di depan pagar tadi. Jika biasanya mereka akan memberhentikan sepedaku dan menyuruhku masuk dengan menenteng sepedaku.
                Upacara telah usai dan waktunya untuk masuk ke kelas untuk belajar.  Tadinya aku berpikir untuk pergi ke kantin untuk bolos dari pelajaran sejarah indonesia. Tapi, tidak tau kenapa aku malah memasuki kelas dengan santai walaupun pelajaran sudah dimulai. Guru sejarah indonesiaku itu guru yang killer katanya. Tapi, bagiku dia biasa aja. Bahkan menurutku yang paling killer adalah diriku senidri. Tidak akan tertandingi. Tapi, yang namanya murid itu tetap saja jadi kerbau. Aku dihukum karena terlambat masuk dan harus menanggung risiko, yaitu berdiri di bawah tiang bendera. Itu hal yang biasa aku lakukan. Aku tidak peduli juga siapapun melihat ke arahku dan membicarakanku. Bagiku cukup memberi tampang sinis saja kepada mereka, lalu mereka akan berpaling dari wajahku yang cantik berkat diterangi oleh sinar matahari.
                Hampir satu setengah jam aku berdiri di bawah tiang bendera sampai pada akhirnya bel pergantian pelajaran berbunyi. Aku menurunkan tanganku yang sudah kebas karena harus hormat untuk beberapa jam. Aku membuat sedikit gerakan senam tangan, supaya hilang rasa kebas itu, sambil berjalan kembali ke kelas. Namun, tiba-tiba ada seorang yang berjalan sedarun denganku. Mukanya yang tidak asing bagiku, hanya saja aku tidak tahu siapa namanya.
“dijemur dibawah matahari, enak ya? Panas.” Ujarnya dengan nada mengejek
“Maaf ya jangan sok kenal.” Jawabku dengan membuang muka
“Ianuarius Mensis.” Ujarnya sambil mengulurkan tangan
“siapa?” jawabku dengan menaikkan satu alis.
“saya.” Ujarnya
“siapa yang nanya. Hahaha. “ jawabku sambil tertawa kemenangan
“kamu lantana. Kita pernah bertemu sebelumnya bukan?” ujarnya dengan muka menahan malu.
“ya, mungkin. Saya lupa dan tidak ingin ingat.” Jawabku
“saya ingat, tahun lalu saya pernah liat kamu bermain futsal di satu pertandingan di sekolah swasta.” Ujarnya
“oh” jawabku singkat dan tidak peduli
“kamu jago lantana. Semua orang terkesima melihat kamu bermain, saya pun juga. Bahkan, pelatih tim lawanmu sampai-sampai kebingungan harus berbuat apa.” Ujarnya dengan semangat.
“thanks.” Jawabku dengan sedikit tersenyum simpul
“kamu juara 1 kan, dengan skor telak.” Ujarnya lagi
“iya, dan kamu ngapain disitu?” timpalku dengan keingintahuan
“saya juga bermain. Tingkat SMP, perebutan juara 3.” Ujarnya
“dan kamu juara 3.”tebakku dengan sok tahu
“betul. Dan saya yang mengirim wa ke kamu kemarin” Ujarnya
“oh” jawabku
                Lalu, aku dan Ianuarius berpisah di antara gedung kelas 11 dan 10. Aku kembali ke kelas dan menuju ke bangku tempatku. Sudah ada gina disitu. Gina adalah temanku sejak awal aku mendaftar di Sekolah Menengah Atas. Sekarang diasebangku denganku. Dia tidak banyak tanya mengapa aku baru masuk kelas. karena dia sudah tahu siapa akudan bagaimana sifatku. Namun, terlihat jelas di garis wajahnya bahwa dia ingin tahu apa yang terjadi, tetapi aku hanya tersenyum simpul kepadanya dan aku lekas mengambil tasku sebagai bantal untuk aku tidur di pelajaran selanjutnya, matematika.
                Rasanya baru saja aku memejamkan mata, tetapi sudah ada yang menyubit lenganku hingga biru. Ah, ternyata guru matematika itu.
“lantana, maju kedepan dan kerjakan soal nomor 4.” Bentaknya
“saya tidak mau.” Ujarku dengan santai disaat semua anak sekelas melihat ke arahku.
“kamu tidak bisa? Di rumah kamu tidak pernah belajar ya.” Bentaknya lagi
“saya bilang saya tidak mau, bukan tidak bisa, pak.” Ujarku dengan nada yang tinggi
“KELUAR DARI KELAS SAYA!”bentaknya lebih keras lagi
“terima kasih, pak” jawabku dengan santai.
                Akhirnya aku bisa ke kantin lebih awal dari yang lain. Sebelum ke kantin, ada urusan yang harus aku urus setiap hari nya. Aku pergi ke kamar mandi perempuan. Dan dengan wajah sangar dan sinis aku mulai beraksi untuk memalak setiap orang. Tidak terkecuali kakak kelas sekali pun. Siapa yang berani denganku, maka dia akan kena imbasnya. Semua orang di sekolah tahu bahwa aku pemegang sabuk hitam DAN-4 taekwondo. Sebetulnya aku tidak akan menggunakan kekerasan jika mereka, orang yang aku palak, tidak membantah omonganku.
                Sialnya hari ini, ada yang membantah omonganku dan dia adalah Mei, dia menantangkubersama dengan kedua temannya. Mei termasuk salah seorang yang tidak suka dengan keberadaanku dan sangat membenciku. Mei juga salah seorang anakdari ketuakomite sekolahku. Namun, bukan berarti aku akan takut padanya. Aku tidak akan menghindar dari tantangan yang Mei berikan, walaupun Mei menjambak rambutku yang terikat terlebih dahulu. Dengan tanggap dan cepat aku memelintir tangannya dan memutar badanku lalu kaki ku menendang dia hingga badannya terlempar cukup jauh. Untungnya, aku terbiasa menggunakan celana olahraga sekolah saat lagi memalak. Salah seorang temannya mendaratkan tamparan ke wajahku. Tepat di pipi sebelah kananku sudah memerah akibat tamparannya. Dengan keadaan seperti itu, aku dengan gerak cepat langsung menarik kerah baju seragam dia, lalu aku lepaskan sebuah pukulan dari tanganku ke muka dia. Dan setelah itu diikuti tendangan dariku saat Mei kembali menyerangku dari belakang.Setelah Mei terlempar lagi akibat tendanganku, Mei berlinang air mata kesakitan. Mei pikir aku akan iba kepadanya? Tidak akan. Tadinya aku akan mendaratkan pukulan ke wajahnya, tapi aku urungi niatku itu. Lebih baik aku menyimpan tenaga daripada membuang-buangnya untuk hal yang sepele. Aku meninggalkan gadis itu yang tidak lama kemudian di datangi oleh teman-temannya.
                Aku merapihkan penampilanku dan tidak lupa mengikat kembali rambutku yang sudah berantakan sambil berjalan menuju kantin untuk mencari makanan karena perutku sudah berteriak kelaparan. Kantin sudah mulai ramai dan gina sudah ada disitu. Sebelum aku menghampiri gina, aku memanggil adik kelas, laki-laki, untuk memesankanku bakso, sekaligus membayarkan ku. Dengan tampang yang sedikit berani, dia meng-iya-kan perkataanku tanpa ada pembelaan, walaupun terlukis ketidakrelaan di wajahnya.
Jauh di seberang sana, ada seorang yang memperhatikanku tanpa sepengetahuanku sejak tadi.
                                                                                                ***            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Carpon jeung Analisis

Perpeloncoan dan Ospek Daring

MENONTON KUCUMBU TUBUH INDAHKU, MERAYAKAN TUBUH