CERBUNG (Cerita Ga Nyambung)
Terik mentari
mengernyit hingga kulit. Para murid baru yang di senandungkan dengan panasnya
mentari mulai melesu. Tak pula, para senior yang menjemur mereka. Rimbunan
pohon mengalunkan melodi kegersangan. Hari yang menyialkan, seperti berada di marauke,
tersedia banyak air tapi dahaga kering dengan cepat.
Lambat laun
kepenatan sudah mulai klimaks pada panas yang tidak akan tertandingi. Semua
murid baru dipersilahkan masuk ke dalam kelas oleh semua senior.
Di gedung yang
di punggungi oleh masjid. Massa, murid, masuk ke dalam kelas dengan tertata dan
tanpa kerusuhan sedikit pun.
“semuanya duduk” sahutku dalam
ruang itu.
Keramaian yang
lalu telah digantikan oleh keheningan.
“nama saya, lantana. Sayakakak pembimbing kalian. Tapi, jangan panggil saya kakak.
Karena saya bukan kakak kalian. Ada pertanyaan?” tegasku dalam keheningan ruang
itu.
Hening dalam
kecanggungan, itu lebih baik, yang tidak terbenam hingga bel istirahat berbunyi
lantang.
Aku dapat
bertaruh pada semua nya. Mereka, murid baru, hening karena takut kepadaku atau
mungkin mereka hanya segan karena perlakuan senioritas
dariku.Yah, lagi pula peduli apa
aku pada mereka yang diam seperti patung dalam ruangan itu.
Saat bel tanda
usainya istirahat berdengung, mereka kembali masuk ke dalam ruang itu.
Jujur saja,
aku cukup bosan karena kelakuan mereka yang terlalu kolot atau takut itu. Tidak
ada yang meng-asyik-kan sedikit pun.
Jika disamakan mungkin akan sama seperti bumi tanpa oksigen, hampa.
***
Sangat
melelahkan untuk menjadi kakak pembina dalam MOS, masa orientasi siswa, yang sebenarnya hampir 70% tidak ada
gunanya. Namun, hari ini adalah puncak dari MOS dan sebagai bagian dari penutup
juga. Hari ini akan diadakan demonstrasi ekskul
selama satu hari penuh. Dan bisa dibilang ini adalah bagian pelepasan penat
para murid baru yang harus bersikap kolot.
Bagianku hari
ini adalah menjadi bagian dari siswa-siswa yang mengisi demonstrasi ekskul. Disini juga ajang untuk
mempromosikan ekskul, bisa dibilang
siapa yang peminat ekskulnya lebih
banyak, maka dia lah yang paling berprestasi.
Dan mungkin juga sebagai ajang cari muka kakak kelas kepada murid-murid
baru.
Bosan menunggu
giliran tampil, aku lebih tertarik untuk keluar dan melihat situasi para murid
baru. Sekaligus berjaga-jaga jika ada yang kabur ke kantin.
“kak” sahut seorang anak
laki-laki yang berada di depanku dengan jarak yang cukup jauh.
“iya?” jawabku dengan muka datar
yang selalu aku tampilkan dan kebanyakan orang menganggap ini adalah ekspresi
galak.
“saya boleh izin ke kantin? Saya
belum sarapan sejak pagi.” Jelasnya dengan muka yang dipasang memelas.
“tidak boleh. Lagi pula siapa
yang suruh untuk tidak sarapan? Kan sudah diberitahu sejak kemarin bahwasannya
diwajibkan untuk sarapan terlebih dahulu atau minimal membawa bekal.” Jawabku
dengan sedikit jengkel.
Dia hanya bisa
diam mematung mendengar jawaban yang telah aku lontarkan. Mungkin dia sudah
tidak mempunyai alasan lagi untuk meminta belas kasih kepadaku untuk pergi ke
kantin dan meninggalkan demonstrasi ekskul,
pikirku.
Setelah
pertemuan itu, aku tidak sadar bahwa akan menjadi lebih rumit lagi pertemuanku dengan dia.
***
1 minggu setelah pertemuan.
Hari ini aku
ada turnament futsal didaerah
Jakarta. Membawa nama baik sekolah adalah rutinitasku. Sudah terbiasa sekolahku
menjadi tim yang diatas angin. Selalu dibanggakan oleh siapapun, dari pendukung
sekolahku ataupun dari sekolah lain. Menjadi sorotan untuk beberapa waktu saat
pertandingan.
Hingga
akhirnya tim sekolahku masuk ke final. Sesuatu
yang selalu dicapai dan sudah menjadi makanan sehari-hari di setiap turnament. Final akan dilaksanakan pukul
13.00. Banyak waktu untuk menunggu babak final
dan aku gunakan untuk bersantai sejenak. Saat itu aku membuka handphone ku, lalu ada notifikasi whatsapp yang masuk dari nomor yang
tidak aku kenal.
08123456789
Halo lantana, selalu naik
sepeda ya kalau ke sekolah?
Itu hal yang keren untuk
seorang perempuan
Aku
Y, thx
08123456789
You’re welcome. Btw, biasanya
buku tulis dibedain ga yang catetan sama tugas?
Setelah balasan dari dia, dapat aku simpulkan bahwa dia adik kelas yang
baru saja selesai MOS. Tapi darimana dia
tahu bahwa aku naik sepeda dan dari mana dia mendapatkan nomorku, pikirku yang
sedikit bingung.
Aku
Ya
Lama setelah balasan dariku, tidak ada balasan kembali dari dia. Rasa
ingin tahuku tentang dia mendapatkan nomorku darimana mulai menjadi-jadi.
Aku
Tau nomor saya darimana?
08123456789
Kamu sendiri yang memberi
Aku
Maksudnya?
08123456789
Saya kemarin MOS di kelompok
kamu lantana.
Aku
Oh, tapi saya tidak memberikan
nomor saya pada siapapun
08123456789
Itu rahasia.
Saya juga yang kemarin maag
karena tidak diizinkan ke kantin sama kamu lantana
Jadi, dia punya penyakit maag ? kenapa tidak bilang saja
kemarin. Lagi pula, aku bukan siapa-siapa dia ini. Untuk apa dia menyalahkanku?
Jika dipikirkan secara logis, dia yang salah. Kenapa tidak sarapan saja
dari rumah atau bawa bekal.
Aku
Lalu?
08123456789
Ga merasa bersalah gitu?
Aku
G
Ternyata 30 menit lagi saya akan kick off
babak final. Tidak ada lagi
bermain handphone dan waktunya untuk melakukan pemanasan sebelum
pertandingan.
Pertandingan yang
ditunggu-tunggu oleh semua penonton. Aku yakin, akan menjadi bahan taruhan
untuk beberapa penonton. Rasa nya sedikit men-jengkel-kan, tapi biarkan
saja, bukan urusanku ini. Pertandingan
di tengah hari yang terik ini memiliki daya tarik sendiri. Walaupun ini
pertandingan antar wanita tapi tak luput para pendukung pria tetap fokus
melihat jalannya pertandingan. Dalam babak pertama, skor tim kami tertinggal
terlebih dahulu, 2-1, hingga turun minum. Lalu, dibabak kedua aku dan rekan
setim tidak mau tertinggal lebih jauh lagi. Skor 2-3, tim kami mengungguli
berkat 1 gol dariku dan 1 gol dari rekan setimku. Tapi, selang 5 menit waktu
habis. Salah seorang rekan setimku melakukan gol bunuh diri. Skor menjadi
imbang, 3-3, dan cukup menguras tenaga untuk mengembalikan kedudukan menjadi
unggul. Sayangnya, bukan kemenangan yang dipetik oleh tim kami, tapi malah
kekalahan yang datang menjemput kami. Karena gol bunuh diri dari rekan setimku
lagi yang membuat skor akhir 4-3. Akhir
yang buruk untuk pertandingan kali ini. Hanya diberi juara 2, tapi harus tetap
bersyukur.
Sepulangnya ke
rumah. Aku kembali melihat handphone ku, sudah muncul notifikasi whatsapp
dari nomor yang masih sama.
08123456789
Haha.
Kamu tau siapa saya?
Aku
Ga, dan ga ingin tau juga.
08123456789
Saya juga naik sepeda seperti
kamu.
Aneh sekali orang itu. Lalu, apa hubungannya dia naik sepeda juga atau
tidak. Aku tidak perduli, tukasku dalam hati.
***
Hari yang membosankan untuk masuk ke
sekolah. Untuk orang sepertiku, sekolah bukan tempat yang cocok. Aku lebih
banyak diluar kelas daripada di dalam kelas untuk mengikuti pelajaran. Satu
kata untuk sekolah dariku adalah absurd. Dalam KBBI, absurd itu tidak
masuk akal. Ya, aku pikir sekolah itu tidak masuk akal. Karena bagiku
pendidikan bisa didapat darimana pun tidak disekolah saja. Walaupun bagi
sebagian orang sekolah itu tempat pendidikan formal yang wajib dilaksanakan.
Dan bagiku itu adalah pemaksaan.
Pagi ini, aku
berangkat seperti biasa, mendekati bel masuk berbunyi. Sudah menjadi
kebiasaanku untuk datang diujung waktu. Dan seperti biasa juga, pagar sekolah
sudah dijaga oleh beberapa guru. Dengan santai aku masuk dan tetap mengayuh
sepedaku, tidak peduli pada siapapun. Hanya saja, untungnya hari ini akan
diadakan upacara dan itu pertanda bahwa aku dan rekan timku akan maju ke depan
podium dengan membanggakan piala juara 2 yang kemarin kita raih. Karena itu
pula, aku tidak dihalangi oleh satu pun guru di depan pagar tadi. Jika biasanya
mereka akan memberhentikan sepedaku dan menyuruhku masuk dengan menenteng
sepedaku.
Upacara telah usai
dan waktunya untuk masuk ke kelas untuk belajar. Tadinya aku berpikir untuk pergi ke kantin
untuk bolos dari pelajaran sejarah indonesia. Tapi, tidak tau kenapa aku malah
memasuki kelas dengan santai walaupun pelajaran sudah dimulai. Guru sejarah
indonesiaku itu guru yang killer katanya. Tapi, bagiku dia biasa aja.
Bahkan menurutku yang paling killer adalah diriku senidri. Tidak akan
tertandingi. Tapi, yang namanya murid itu tetap saja jadi kerbau. Aku dihukum
karena terlambat masuk dan harus menanggung risiko, yaitu berdiri di bawah
tiang bendera. Itu hal yang biasa aku lakukan. Aku tidak peduli juga siapapun
melihat ke arahku dan membicarakanku. Bagiku cukup memberi tampang sinis saja
kepada mereka, lalu mereka akan berpaling dari wajahku yang cantik berkat
diterangi oleh sinar matahari.
Hampir satu
setengah jam aku berdiri di bawah tiang bendera sampai pada akhirnya bel
pergantian pelajaran berbunyi. Aku menurunkan tanganku yang sudah kebas
karena harus hormat untuk beberapa jam. Aku membuat sedikit gerakan senam
tangan, supaya hilang rasa kebas itu, sambil berjalan kembali ke kelas. Namun, tiba-tiba ada
seorang yang berjalan sedarun denganku. Mukanya yang tidak asing bagiku, hanya
saja aku tidak tahu
siapa namanya.
“dijemur dibawah matahari, enak ya? Panas.” Ujarnya dengan nada
mengejek
“Maaf ya jangan sok kenal.” Jawabku dengan membuang muka
“Ianuarius Mensis.” Ujarnya sambil mengulurkan tangan
“siapa?” jawabku dengan menaikkan satu alis.
“saya.” Ujarnya
“siapa yang nanya. Hahaha. “ jawabku sambil tertawa kemenangan
“kamu lantana. Kita pernah bertemu sebelumnya bukan?” ujarnya dengan
muka menahan malu.
“ya, mungkin. Saya lupa dan tidak ingin ingat.” Jawabku
“saya ingat, tahun lalu saya pernah liat kamu bermain futsal di satu
pertandingan di sekolah swasta.” Ujarnya
“oh” jawabku singkat dan tidak peduli
“kamu jago lantana. Semua orang terkesima melihat kamu bermain, saya
pun juga. Bahkan, pelatih tim lawanmu sampai-sampai kebingungan harus berbuat
apa.” Ujarnya dengan semangat.
“thanks.” Jawabku dengan sedikit tersenyum simpul
“kamu juara 1 kan, dengan skor telak.” Ujarnya lagi
“iya, dan kamu ngapain disitu?” timpalku dengan keingintahuan
“saya juga bermain. Tingkat SMP, perebutan juara 3.” Ujarnya
“dan kamu juara 3.”tebakku dengan sok tahu
“betul. Dan saya yang mengirim wa ke kamu kemarin” Ujarnya
“oh” jawabku
Lalu, aku dan
Ianuarius berpisah di antara gedung kelas 11 dan 10. Aku kembali ke kelas dan
menuju ke bangku tempatku. Sudah ada gina disitu. Gina adalah temanku sejak awal aku mendaftar di
Sekolah Menengah Atas. Sekarang diasebangku
denganku. Dia tidak banyak
tanya mengapa aku baru masuk kelas. karena dia sudah tahu siapa akudan bagaimana sifatku. Namun, terlihat jelas di garis wajahnya bahwa dia ingin tahu
apa yang terjadi, tetapi aku hanya tersenyum simpul kepadanya dan aku lekas mengambil tasku sebagai bantal
untuk aku tidur di pelajaran selanjutnya, matematika.
Rasanya baru saja
aku memejamkan mata, tetapi sudah ada yang menyubit lenganku hingga biru. Ah,
ternyata guru matematika itu.
“lantana, maju kedepan dan kerjakan soal nomor 4.” Bentaknya
“saya tidak mau.” Ujarku dengan santai disaat semua anak sekelas
melihat ke arahku.
“kamu tidak bisa? Di rumah kamu tidak pernah belajar ya.” Bentaknya
lagi
“saya bilang saya tidak mau, bukan tidak bisa, pak.” Ujarku dengan nada
yang tinggi
“KELUAR DARI KELAS SAYA!”bentaknya lebih keras lagi
“terima kasih, pak” jawabku dengan santai.
Akhirnya aku bisa
ke kantin lebih awal dari yang lain. Sebelum ke kantin, ada urusan yang harus
aku urus setiap hari nya. Aku pergi ke kamar mandi perempuan. Dan dengan wajah
sangar dan sinis aku mulai beraksi untuk memalak setiap orang. Tidak
terkecuali kakak kelas sekali pun. Siapa yang berani denganku, maka dia akan
kena imbasnya. Semua orang di sekolah tahu bahwa aku pemegang sabuk hitam DAN-4
taekwondo. Sebetulnya aku tidak akan menggunakan kekerasan jika mereka, orang
yang aku palak, tidak membantah omonganku.
Sialnya hari ini,
ada yang membantah omonganku dan dia adalah Mei, dia menantangkubersama dengan kedua
temannya. Mei
termasuk salah seorang yang tidak suka dengan keberadaanku dan sangat
membenciku. Mei juga salah seorang anakdari ketuakomite sekolahku. Namun, bukan
berarti aku akan
takut padanya. Aku tidak akan menghindar
dari tantangan yang Mei berikan, walaupun Mei menjambak rambutku yang terikat terlebih dahulu. Dengan tanggap
dan cepat aku memelintir
tangannya dan memutar badanku lalu kaki ku menendang dia hingga badannya terlempar cukup jauh. Untungnya, aku terbiasa menggunakan celana
olahraga sekolah saat lagi memalak. Salah seorang temannya mendaratkan tamparan ke
wajahku. Tepat di pipi sebelah kananku sudah memerah akibat tamparannya. Dengan
keadaan seperti itu, aku dengan gerak cepat langsung menarik kerah baju seragam
dia, lalu aku lepaskan sebuah pukulan dari tanganku ke muka dia. Dan setelah
itu diikuti tendangan dariku saat Mei kembali menyerangku dari belakang.Setelah Mei terlempar
lagi akibat tendanganku, Mei
berlinang air mata
kesakitan. Mei pikir aku akan iba kepadanya? Tidak akan.
Tadinya aku akan mendaratkan pukulan ke wajahnya, tapi aku urungi niatku itu. Lebih baik aku
menyimpan tenaga daripada membuang-buangnya untuk hal yang sepele. Aku
meninggalkan gadis itu yang tidak lama kemudian di datangi oleh teman-temannya.
Aku
merapihkan penampilanku dan tidak lupa mengikat kembali rambutku yang sudah
berantakan sambil berjalan menuju kantin untuk mencari makanan karena
perutku sudah berteriak kelaparan.
Kantin sudah mulai ramai dan gina sudah ada disitu. Sebelum aku menghampiri
gina, aku memanggil adik kelas, laki-laki, untuk memesankanku bakso, sekaligus
membayarkan ku. Dengan tampang yang sedikit berani, dia meng-iya-kan
perkataanku tanpa ada pembelaan, walaupun terlukis ketidakrelaan di wajahnya.
Jauh di seberang sana, ada seorang yang
memperhatikanku tanpa sepengetahuanku sejak tadi.
***
Komentar
Posting Komentar